Sabtu, 28 Juni 2014

Teori Konstruktivisme

Teori Belajar Konstruktivisme
Dosen Mata Kuliah : Nuraida M.Si

Disusun Oleh :
Duta Maya Pada
1113016300027
Semester II

Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2014


A.    Latar Belakang
Banyak teori belajar yang telah didesain dalam pelaksanaan pembelajaran fisika, diantaranya adalah konstruktivisme. Seperti halnya behaviorisme dan kognitivisme, konstruktivisme dapat diterapkan dalam berbagai aktivitas belajar baik pada ilmu-ilmu social maupun ilmu eksakta. Dalam fisika, konstruktivisme telah banyak diteliti, diterapkan, dan diuji coba pada situasi ruangan kelas yang berbeda-beda.  Dari berbagai percobaan itu telah banyak menghasilkan berbagai pandangan yang ikut mempengaruhi perkembangan, modifikasi, dan inovasi pembelajaran. Banyak siswa yang menjadi lebih memahami ilmu-ilmu fisika dengan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan teori konstruktivisme.
Pada makalah ini akan dibahas dan diterapkan langsung bagaimana teori belajar konstruktivisme pada penerapan “Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)”. Dengan teori belajar konstruktivisme ini akan membuat siswa-siswa yang kurang memahami tentang fisika menjadi akan memahami tentang ilmu-ilmu fisika, karena mereka akan mengembangkan pokok-pokok ilmu fisika supaya mereka bisa memahami lebih dalam tentang ilmu fisika.
B.     Tujuan Penulisan
          a. Kognitif
         Memberikan definisi tentang teori belajar konstruktivisme menurut pandangan beberapa tokoh.
          b. Afektif
         Menyatakan pendapat tentang penerapan teori belajar konstruktivisme pada pelajaran fisika
          c. Psikomotorik
          Menyusun RPP berdasarkan teori konstruktivisme

C.    Teori
1.      Pengertian Teori Konstruktivisme
a.      Teori Belajar Konstruktivisme menurut Vygotsky

sumber : Vygotsky
Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya. Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara inter-psikologi (interpsychological) melalui interaksi sosial dan intra-psikologi (intrapsychological) dalam benaknya. Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari kegiatan eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu bergerak antara inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu).  Berkaitan dengan perkembangan intelektual siswa, Vygotsky mengemukakan dua ide;

Pertama,  bahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya dalam konteks budaya dan sejarah pengalaman siswa (van der Veer dan Valsiner dalam Slavin, 2000).
Kedua, Vygotsky mempercayai bahwa perkembangan intelektual bergantung pada sistem tanda (sign system) setiap individu selalu berkembang  (Ratner dalam Slavin, 2000: 43).
Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya diciptakan untuk membantu seseorang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya budaya bahasa, system tulisan, dan sistem perhitungan. Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu: 

1.       Pembelajaran Sosial (social leaning). 
Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap;

2.      ZPD (zone of proximal development). 
Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer); Bantuan atau support dimaksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak.

3.        Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship)
Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai;  
4.        Pembelajaran Termediasi (mediated learning). 
Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah tersebut.

Inti teori   Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori  Vygotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka.
b.      Teori Konstruktivisme menurut  Brooks & Brooks

sumber : The Case For Constructivist Classrooms
Menurut Brooks & Brooks (1993) konstruktivisme adalah lebih merupakan suatu filosofi dan bukan suatu strategi pembelajaran. ”Constructivism is not an instructional strategy to be deployed under appropriate conditions. Rather, constructivism is an underlying philosophy or way of seeing the world”.
Jacqueline Grennon Brooks dan Martin G. Brooks dalam The case for constructivist classrooms. (1993) menawarkan lima prinsip kunci konstruktivist teori belajar. Anda dapat menggunakan mereka untuk membimbing/memandu pada kajian struktur kurikulum dan perencanaan pelajaran.

  • Permasalahan yang muncul sebagai hal yang relevan dengan siswa
  • Struktur belajar  di sekitar konsep-konsep utama
  • Carikan dan hargai poin-poin pandangan siswa sebagai jendela memberi alasan mereka.
  • Sesuaikan pembelajaran dengan perkiraan menuju pengembangan siswa.
  • Nilai hasil belajar siswa dalam konteks pembelajaran.


c.       Teori Konstruktivisme menurut  Von Glasersfeld

sumber : von Glasersfeld
Menurut Glasersfeld (1987) konstruktivisme sebagai "teori pengetahuan dengan akar dalam “filosofi, psikologi dan cybernetics". Von Glasersfeld mendefinisikan konstruktivisme radikal selalu membentuk konsepsi pengetahuan. Ia melihat pengetahuan sebagai sesuatu hal yang dengan aktip menerima yang apapun melalui pikiran sehat atau melalui komunikasi. Hal itu secara aktip teruama dengan membangun pengetahuan. Kognisi adalah adaptif dan membiarkan sesuatu untuk mengorganisir pengalaman dunia itu, bukan untuk menemukan suatu tujuan kenyataan (von Glasersfeld, 1989).


Dengan demikian secara metafisik kaum objektivis berasumsi bahwa dunia adalah riil, hal itu adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat dimodelkan untuk siswa. Objectivisme masih meyakini bahwa tujuan pikiran adalah untuk "cermin" bahwa kenyataan dan strukturnya itu melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan decomposable (tidak dapat diubah). Maksudnya bahwa hal itu diproduksi oleh proses berpikir yang di luar si pembelajar, dan ditentukan oleh struktur dunia nyata (Murphy, 1997: 28).


2.      Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
2.    Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
3.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
4.      Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
5.      Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
6.     Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. 

Selain itu Slavin menyebutkan strategi-strategi belajar pada teori kontruktivisme adalah top-down processing( siswa belajar dimulai dengan masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan ketrampilan yang dibutuhkan, cooperative learning(strategi yang digunakan untuk proses belajar, agar siswa lebih mudah dalam menghadapi problem yang dihadapi dan generative learning(strategi yang menekankan pada integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata.

D.    Analisa Teori
Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya. Menurut Brooks & Brooks (1993) konstruktivisme adalah lebih merupakan suatu filosofi dan bukan suatu strategi pembelajaran. Menurut Glasersfeld (1987) konstruktivisme sebagai "teori pengetahuan dengan akar dalam “filosofi, psikologi dan cybernetics". Von Glasersfeld mendefinisikan konstruktivisme radikal selalu membentuk konsepsi pengetahuan. Ia melihat pengetahuan sebagai sesuatu hal yang dengan aktip menerima yang apapun melalui pikiran sehat atau melalui komunikasi.
Dapat disimpulkan bahwa teori belajar konstruktivisme adalah strategi pembelajaran dengan cara membentuk konsep sebagai pengembangan dari suatu ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menambah pemahaman peserta didik dalam memahami suatu materi pelajaran.
Teori konstruktivisme memiliki beberapa rancangan pembelajarann yang dapat menunjang pemahaman peserta didik, diantaranya yaitu :
1.      Peserta didik diperbolehkan mengembangkan gagasan tentang suatu materi pelajaran dengan pemikirannya dan bahasanya sendiri
2.      Peserta didik diberi kesempatan untuk memberi gagasan berdasarkan pengalamannya yang berkaitan tentang suatu materi pelajaran
3.      Peserta didik menggunakan situasi belajar yang kondusif sehingga dapat membuat nyaman pada proses pembelajaran
Pada mata pelajaran fisika teori belajar konstruktivisme sangatlah baik sebagai metode pembelajaran karena teori belajar konstruktivisme bersifat mengembangkan atau membentuk konsep tentang suatu masalah. Pada pelajaran fisika banyak sekali penerapan dari beberapa hukum fisika yang ada pada kehidupan sehari-hari. Pada penerapan hukum-hukum fisika ini teori belajar konstruktivisme sangatlah baik digunakan karena peserta didik dapat berfikir analisis, peserta didik bisa banyak memikirkan bagaimana alat ini dapat berjalan dan berfungsi?bagaimana kalau alat ini diterbangkan 1000 meter diatas permukaan laut? itu semua bisa menggunakan teori belajar konstruktivisme sebagai metode pembelajarannya.  

DAFTAR PUSTAKA

  • Desmita. 2010.  Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
  • Ella Yulaelawati.2004.Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi.Bandung:                           Pakar Raya
  • Gino, dkk. 1997. Belajar Dan Pembelajaran. Surakarta : UNS Press.
  • Murphy, Elizabeth.1997.Constructivism
  • von Glasserfield, E.1995. A constructivist approach to teaching.
  • Supardan, dadang.Jurnal Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sosiologi-                               Antropologi di Sekolah/Madrasah.


LATIHAN MEMBUAT RPP BERDASARKAN TEORI KONSTRUKTIVISME


Identitas Pengajar

Nama                     : Duta Maya Pada
Umur                     : 19 Tahun
Status                    : Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jurusan                  : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Prodi                     : Pendidikan Fisika
Semester                : II
Identitas Siswa
Nama                     : Hafiz Fikri
Kelas                     : IX (Sembilan)
Umur                     : 15 tahun
Tinggi Badan        : 167 cm
Berat Badan          : 63 kg


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Satuan Pendidikan            :  SMPN 177 Jakarta Selatan

Mata Pelajaran                  :  Fisika
Kelas/Semester                 :  IX/ 2
Materi Pokok                    :  Fluida Statis 
Alokasi waktu                   :  2 x 40 menit


A.    Kompetensi Inti
Menjelaskan rumus-rumus dalam pembahasan fluida statis dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

B.     Kompetensi Dasar
1.      Mengidentifikasi rumus-rumus dan penerapan dari pembahasan fluida statis
2.      Mengerjakan soal-soal dengan menggunakan rumus-rumus dalam pembahasan fluida statis

C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Psikomotorik
Peserta didik mampu :
1. Menghubungkan antara teori fluida statis dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari(P1)
2. Menanggapi materi yang disampaikan oleh guru atau pendapat peserta didik lain tentang materi fluida statis(P2) 
Alasan : Mengambil domain persepsi (P1) dan kesiapan (P2) karena peserta didik sudah dalam masa remaja dan sudah mampu membuat persepsi tentang suatu masalah dan menanggapinya secara rasional dan ilmiah.  

2.      Kognitif
Peserta didik mampu :
1. Memberikan definisi tentang fluida statis(C1) 
2. Menyimpulkan materi fluida statis melalui rumus-rumus dalam pembahasan fluida statis(C5)
Alasan : Mengambil domain pengetahuan (C1) dan domain sintesa (C5) karena peserta didik sudah dalam tahap operasional formal yaitu peserta didik sudah dalam tahap yang paling tinggi dan mampu memberikan pengetahuan yang diketahui atas suatu masalah dan menyimpulkan suatu masalah.


3.      Afektif
Peserta didik mampu :
1. Menyempurnakan pendapat-pendapat dari peserta didik lain(A4) 
2. Membuktikan bahwa rumus-rumus dalam pembahasan fluida statis dapat digunakan dalam menjawab soal-soal(A5) 
Alasan : Mengambil domain organisasi(A4) dan pembentukan pola(A5) karena dalam tahap ini peserta didik mampu menangkap serta menyempurnakan berbagai pendapat dan peserta didik mampu membuktikan atau menunjukkan hasil dari suatu masalah yang sedang dibahas.

4.      Kreativitas
Peserta didik mampu merancang sebuah alat sederhana yang dapat dijadikan sebagai salah satu alat dari penerapan pembahasan materi fluida statis

5.      Cara Mengatasi Lupa dan Jenuh
Peserta didik mampu mendemonstrasikan dan memainkan alat sederhana yang telah dibuat.

D.    Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode belajar konstruktivisme yaitu dengan pengetahuan yang dimiliki oleh guru tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif mengembangkan materi yang diberikan oleh guru sesuai dengan pemahaman siswa masing-masing dan guru akan mengarahkan pemikiran siswa sehingga siswa itu dapat memahami tentang materi yang disampaikan oleh guru
Teori Bakat Multiple Intellegence :
1. Logic Smart : Peserta didik dapat mengembangkan pemahamannya melalui beberapa rumus pada pembahasan fluida statis.
2. Word Smart : Peserta didik  dapat mengembangkan kemampuan berbahasa melalui sikap diskusi atau saling menanggapi pendapat-pendapat peserta didik lain terhadap materi fluida statis ini.
3. Picture Smart : Peserta didik dapat mengembangkan kemampuan imajinasinya dengan membuat alat yang merupakan penerapan dari materi fluida statis.

E.     Evaluasi

Berdasarkan teori konstruktivisme penilaian terhadap siswa dapat dilihat dari pengembangan-pengembangan materi yang telah disampaikan dan dapat dilihat dari pemahaman materi tersebut dalam beberapa penerapan materi fluida statis dan dalam soal-soal pembahasan fluida statis. Serta hasil pembelajaran bisa dinilai dari beberapa tujuan pembelajaran yaitu dapat dinilai dari perkembangan psikomotorik, perkembangan kognitif, perkembangan afektif, perkembangan kreativitasnya, cara mengatasi lupa dan teori bakat multiple intelligence.
            

Sabtu, 03 Mei 2014

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 

Satuan Pendidikan : SMPN 177 Kota Jakarta Selatan
Mata Pelajaran  : Matematika
Kelas/Semester : IX/Dua
Peminatan         : Hafiz Fikri
Materi Pokok   : Sifat-sifat fungsi matematika
Pertemuan ke    : 1
Alokasi Waktu  : 2 jam

Kamis, 17 April 2014

Perkembangan Kognitif

Perkembangan Kognitif

Diharapkan setelah membaca artikel ini pembaca dapat :
1. Dapat menguraikan arti dan tahap-tahap perkembangan kognitif
2. Dapat menjelaskan karakteristik perkembangan kognitif
3. Dapat menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif

 A. Latar Belakang
Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah maupun dalam lingkungan keluarga. Sehingga kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik dalam pendidikan. Arti kognitif sendiri yaitu perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan sedangkan perkembangan kognitif adalah perkembangan kapasitas nalar otak atau intelegensi.